Pembaharuan di Mesir
A.
Pendahuluan
1.
Latar
belakang
Pembaharuan Islam di Mesir tidak lepas dari pendudukan yang
dilakukan oleh Prancis melalui Napoleon Bonaparte selama sekitar tiga tahun
yakni dari tahun 1789-1801. Namun sebelum Mesir ditaklukan oleh Napoleon berada
di bawah kekuasaan Turki Usmani dan sebagian di bawah pengaruh/kekuasaan
Mamluk.
Namun begitu, Napoleon-lah yang menyadarkan umat Islam di Mesir
bahwa kebudayaan dan peradaban Barat kala itu lebih tinggi. Setelah menguasai
Mesir, Napoleon terus menyerang Palestina akan tetapi setelah sampai di Palestina
banyak tentara Perancis yang meninggal dunia akibat terjangkit penyakit kolera
yang pada saat itu sedang mewabah.
2.
Rumusan
masalah
Adapun
rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut.
a.
Kenapa
Mesir mengalami pembaharuan ?
b.
Bagaimana
Mesir mengalami pembaharuan ?
3.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
a.
Untuk
mengetahui dan mendeskripsikan mengapa Mesir mengalami pembaharuan?
b.
Untuk
mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana Mesir mengalami pembaharuan ?
B.
Pembahasan
1.
Sejarah
Mesir
Penduduk Mesir merupakan penduduk campuran dari bermacam-macam ras,
agama, budaya dan peradaban. Di samping itu, daerah Mesir merupakan daerah
belahan Timur yang paling banyak dikunjungi dan derasnya arus gelombang
pengaruh Barat dengan bibit-bibit peradaban Eropa.[1]
Mesir pada waktu itu berada di bawah kekuasaan kaum Mamluk meskipun
telah ditaklukkan oleh Sultan Salim di tahun 1517 sehingga pada hakikatnya
merupakan bagian dari kerajaan Turki Usmani.[2]Asal-usul
kaum Mamluk berasal dari pegunungan Kaukasus yaitu daerah pegunungan yang
berbatasan dengan Rusia dan Turki. Mereka didatangkan ke Mesir untuk dididik
menjadi militer.[3]
Tetapi, setelah bertambah lemahnya kekuasaan Sultan-sultan di abad
ketujuh belas Mesir mulai melepaskan diri dari kekuasaan Istanbul dan akhirnya
menjadi daerah otonom serta sultan-sultan Usmani tetap mengirim seorang Pasya
ke Mesir untuk bertindak sebagai wakil mereka dalam pemerintahan daerah ini.
2.
Ekspedisi
Napoleon
Setelah selesainya Revolusi 1789, Perancis mulai menjadi negara
besar setelah mendapat saingan dan tantangan dari Inggris. Pada saat itu,
Inggris telah meningkatkan kepentingan-kepentingannya di India dan untuk
memutuskan komunikasi antara keduanya, Napoleon melihat bahwa Mesir perlu
diletakkan di bawah kekuasaannya dan untuk memasarkan hasil perindustriannya
serta ingin mengikuti jejak Alexander Macedonia yang pernah menguasai Eropa dan
Asia sampai ke India.[4]
3.
Penaklukan
Napoleon Terhadap Mesir
Ketika Napoleon mendarat di Alexandria pada tanggal 2 juni 1798[5]
kemudian menyerbunya sebulan sesudahnya yakni pada tanggal 2 Juli 1798 dan dalam
waktu tiga bulan dapat menguasai seluruh Mesir.[6]
Adapun alasan suksesnya Napoleon menaklukkan Mesir adalah sebagai berikut.
a.
Persenjataan
yang modern dan canggih.
b.
Kaum
Mamluk yang tidak dapat mendapat kepercayaan lagi oleh masyarakat dan tidak
dibantu olehnya, karena tabiat kaum Mamluk yang kasar dan hanya mengetahui
bahasa Turki serta tidak pandai bahasa Arab.
c.
Lemahnya
pertahanan kerajaan Usmani dan kaum Mamluk.
Namun
usaha Napoleon untuk menguasai daerah-daerah lainnya di Timur tidak berhasil
sementara itu perkembangan politik di Perancis menghendakinya untuk kesana.
Pada tanggal 18 Agustus 1799, ia meninggalkan Mesir dan memerintahkan Jendral
Kleber untuk menggantikan posisinya di Mesir. Melihat hal itu, Inggris pun
menyerangnya pada tahun 1801 dan Perancis pun kalah sehingga harus meninggalkan
Mesir pada tanggal 31 Agustus 1801.[7]
4.
Pengaruh
Ekspedisi Napoleon dalam Pembaharuan di Mesir
Tatkala Napoleon
menyerbu Mesir selain membawa armada perang ia juga membawa dua set alat
percetakan (bahasa Arab dan Latin) yang merupakan hasil rampasannya di Vatikan,
membawa ilmuwan-ilmuwan sebanyak 167 orang dari berbagai disiplin ilmu,
membentuk lembaga ilmiah yang diberi nama Institut de Egypte yang
didalamnya terdapat empat bidang ilmu pengetahuan yakni ilmu pasti, ilmu alam,
ekonomi, politik, seni dan sastra.
Peralatan
modern itulah yang menjadi persentuhan budaya dan agama yang kontak langsung
dengan orang Eropa serta menyadarkan umat Islam atas kebudayaan dan peradaban
Barat yang lebih tinggi.[8]
5.
Pembaharuan
Muhammad Ali Pasya
Untuk melawan tentara Napoleon yang telah menguasai Mesir serta
menyerang Suriah dan dari sini mungkin akan ke Istanbul, maka dari itu Sultan
Salim III mengumpulkan tentara salah satu diantara perwira tersebut adalah
Muhammad Ali, seorang keturunan Turki yang lahir di Kawalla (Yunani) pada tahun
1765 dan meniggal pada tahun 1849 di Mesir. Orang tuanya bekerja sebagai
penjual rokok dan dari kecil dia harus bekerja sehingga tak mendapat kesempatan
untuk masuk sekolah yang akhirnya ia tidak pandai membaca maupun menulis.
Setelah dewasa ia bekerja sebagai pemungut pajak dan karena kecakapannya dalam
pekerjaan ini ia menjadi orang kepercayaan Gubernur Usmani. Akhirnya ia
diangkat sebagai menantu oleh Gubernur tersebut dan mulai waktu itu pangkatnya
semakin menaik.
Dalam pertempuran yang terjadi dengan tentara Perancis ia
menunjukkan keberanian yang luar biasa dan segera diangkat menjadi kolonel.[9]
Melihat kenyataan itu, rakyat Mesir kemudian mengangkat Muhammad Ali sebagai
wali Mesir dan mengharapkan Sultan di Turki merestuinya. Pengakuan tersebut
baru disetujui dua tahun kemudian. Setelah mendapat kepercayaan rakyat dan
pemerintah pusat di Turki, ia kemudian menumpas habis golongan Mamluk yang
masih berkuasa di daerah-daerah. Dengan demikian ia menjadi penguasa tunggal di
Mesir dan akhirnya ia bertindak sebagai diktator sampai keturunannya menjadi
raja di Mesir lebih dari satu setengah abad lamanya. Raja terakhir adalah raja
Farouk yang digulingkan oleh para jendralnya pada tahun 1953. Dengan demikian
berakhirlah keturunan Muhammad Ali di Mesir.
Adapun
pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali adalah sebagai berikut.
a.
Politik
Luar Negeri: Memperbaiki hubungan dengan dunia Barat seperti Perancis, Italia,
Inggris dan Austria. Hubungan baik itu diperlukan untuk berhubungan langsung
dengan Barat dalam hal ilmu pengetahuan namun tidak tertarik terhadap sistem
politik Eropa.
b.
Politik
Dalam Negeri yaitu:
1)
Kekuatan
militer
Dengan
mengundang para ahli militer Barat untuk melatih angkatan bersenjata Mesir dan
juga mengirim misi ke Eropa guna mempelajari ilmu kemiliteran.
2)
Bidang
pemerintahan
Meniru
pemerintahan Perancis yang mempunyai penasihat politik tetapi putusan terakhir
tetap ditangannya.
3)
Bidang
ekonomi
Membangun
irigasi, mendatangkan bibit kapas dari India dan Sudan serta mendirikan
pabrik-pabrik.
4)
Bidang
pendidikan
Mendirikan
sekolah militer, sekolah teknik, sekolah kedokteran, farmasi, pertambangan,
pertanian dan penerjemahan yang guru-gurunya didatangkan dari Barat.
Sekolah-sekolah tersebut mungkin yang
pertama dalam dunia Islam.
Pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali ini merupakan landasan
pemikiran dan pembaharuan selanjutnya.[10]
6.
Pembaharuan
Al-Tahtawi
Nama aslinya adalah Rafa’ah Badawi Rafi’ Al-Tahtawi, lahir pada
tahun 1801 di Tahta suatu kota yang terletak di Mesir bagian selatan dan
meninggal di Kairo pada tahun 1873. Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh
kekayaan di Mesir, harta orang tuanya termasuk dalam yang dikuasai itu sehingga
ia terpaksa belajar dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16
tahun ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut
ilmu ia selesai dari studinya pada tahun 1822.
Ia merupakan murid kesayangan dari gurunya Al-Syaikh Hasan
Al-‘Attar yang banyak mempunyai hubungan-hubungan dengan ahli-ahli ilmu
pengetahuan Perancis yang datang dengan Napoleon di Mesir. Setelah selesai dari
studinya di Al-Azhar ia pun mengajar di sana selama dua tahun. Kemudian
diangkat menjadi Imam tentara di tahun 1824 lalu dua tahun kemudian dia
diangkat menjadi Imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muhammad Ali ke Perancis
dan tinggal di sana selama lima tahun.
Sewaktu masih dalam perjalanan ke Paris ia belajar bahasa Perancis. Dalam masa
itu dia pergunakan untuk belajar dengan membaca buku-buku Perancis kemudian
menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab untuk kemajuan masyarakat Mesir.
Sekembalinya
di Kairo ia diangkat sebagai guru bahasa Perancis dan penerjemah di sekolah
kedokteran. Kemudian dipindah ke sekolah artileri untuk mengepalai penerjemahan
buku-buku tentang ilmu teknik dan kemiliteran.[11]
Disamping aktivitas dalam penerjemahan, ia juga aktif dalam
tulis-menulis serta pernah menjadi pemimpin surat kabar resmi pemerintahan
Mesir Al-Waqa’iul Misriyah yang bukan saja memuat berita-berita resmi
namun juga pengetahuan-pengetahuan tentang kemajuan Barat. Al-Tahtawi bukanlah
seorang sekuler ia hanya menginginkan Mesir maju seperti dunia Barat namun
tetap dijiwai oleh agama dalam segala aspek.
Menurutnya, pendidikan merupakan aspek penting untuk kesejahteraan
tidak terkecuali bagi wanita. Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang
berkepribadian dan patriotik dengan istilah hubbul wathan yaitu
mencintai tanah air. Dalam hal agama dan peranan ulama, dia menghendaki agar
para ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dengan mempelajari
berbagai ilmu pengetahuannya. Selain itu, perlu peninjauan kembali cara
(istinbath) hukum syara’ dengan demikian pintu ijtihad tidak perlu
ditutup tetapi tetap terbuka.[12]
C.
Kesimpulan
Pembaharuan pertama
yang dilakukan oleh Muhammad Ali merupakan landasan pemikiran dan pembaharuan
selanjutnya.
Daftar Pustaka
Asmuni, Yusran. 1996. Dirasah Islamiyah III: Pengantar Studi
Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam. (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada).
Nasution,
Harun. 1996. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
(Jakarta: PT Bulan Bintang).
[1] Yusran Asmuni, 1995, Dirasah Islamiyah III: Pengantar Studi
Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada), hal 65.
[2] Harun Nasution, 1996, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran
dan Gerakan, (Jakarta: PT Bulan Bintang), hal 28
[3] Yusran Asmuni, 1995,Loc. cit.
[4] Harun Nasution, 1996,Loc. cit.
[5] Harun Nasution, 1996, Op. cit, hal 29.
[6] Yusran Asmuni, 1995, Op. cit, hal 66.
[7] Harun Nasution, 1996, Op. cit, hal 29-30.
[8] Yusran Asmuni, 1995, Op. cit, hal 67-68.
[9] Harun Nasution, 1996, Op. cit, hal 34.
[10] Yusran Asmuni, 1995, Op. cit, hal 71-73.
[11] Harun Nasution, 1996, Op. cit, hal 42-44.
[12] Yusran Asmuni, 1995, Op. cit, hal 75-76.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar