Sejarah Ilmu
Mantik
Sebenarnya,
kegiatan berpikir muncul bebarengan dengan adanya manusia pertama. Manusia
diberi potensi berpikir untuk memikirkan dirinya dan segala sesuatu yang berada
diluar dirinya. Para penulis ilmu mantik menyatakan bahwa secara konsepsional
dan sistematis, kegiatan berpikir kemudian melahirkan tata cara berpikir yang
dituangkan dalam satu disiplin ilmu yaitu mantik, baru terjadi kira-kira pada
tahun 470 SM. Perintisnya ialah kaum sofisme (sofsathaiyun). Kelompok inilah
yang mencoba mengangkat persoalan kemasyarakatan, agama, dan akhlak dengan
pendekatan akal, yang sayangnya mereka kerap kali mengarah kepada kesesatan
berpikir.
Dapat
diperhatikan dari kenyataan kelompok sofisme tersebut muncullah socrates dan
muridnya, Plato dan Aristoteles. Mereka membentuk tata aturan berpikir benar
dalam bentuk kaidah-kaidah berpikir. Kaidah inilah yang kemudian menjadi suatu
acuan dalam disiplin ilmu yaitu logika (Mantik).
Peletak
dasar bangunan ilmu mantik ialah aristoteles dengan karya tulisnya yang
terkenal yaitu organon oa laterpretation dan prior arsilyteis.
Dalam perkembangan selanjutnya, mantik aristo dikirim kedunia islam melalui
bnyak pengalih bahasaan kedalam bahasa Arab pada zaman Daulat Abbasyiah
(153-656 H / 750-1258 M). Upaya itu dilakukan oleh Abdullah bin Mughafa (sekertaris
Ja’far Al;Mansur) kemudian dilanjutkan oleh anaknya.
Setelah ditransfer
kedunia Islam, mantik yunani terdiri dari 3 corak, yaitu :
1. Mnatik hasil karya kelompok pripateticieus (Masya,iyun) atau
mantik aliran peripatetisme (masya’iyah) yaitu pengembangan metode
Aristo,
2. Mantik hasil karya kelompok stoicieus (rawaqiyun) yang
dikembangkan oleh para ahli ilmu kalam dan fiqih,
3. Mantik hasil karya ahli Tsawuf (mantikisyraqi)
Corak ilmu mantik,
dibagi 3, yaitu :
1. Mantik murni yunani
2. Mantik campuran (islam dan yunani)
3. Mantik Islam
Melihat
kenyataan itu, Socrates dan muridnya, Plato serta Aristoteles mereka mulai
merintis tata aturan berpikir benar dalam bentuk-bentuk kaidah berpikir.
Kaidah-kaidah inilah yang mewujudkan suatu disiplin ilmu mantik. Adapun peletak batu pertama adalah Socrates,
kemudian dilanjutkan oleh Plato dan dilengkapi oleh Aristoteles sehingga
Aristoteleslah yang dipandang sebagai bapak pendiri logika karena dialah yang
pertama kali menyusun ilmu ini dengan pembahasan yang teratur dengan cara
disusun dan dikumpulkan oleh muridnya dalam sebuah karya yang diberi nama
Organon. Murid Aristoteles yang terbesar dan berjasa dalam menyempurnakan ilmu
logika adalah Theoprates serta Parphyrius. Sumbangannya yakni berupa pasal yang
disebutnya Eisagoge yang kemudian disebut Klasifikasi.
Pada
masa selanjutnya, tepatnya pada masa Parphyrius alam pikiran Yunani menemukan
sentra-sentra pelajarannya pada empat kota yakni Athena, Anatolia, Roma dan
Alexandria. Pada tahun 325 M, pertumbuhan dan perkembangan ilmu logika membawa
pengaruh yang sangat menarik pada agama Kristen sehingga menyebabkan Kaisar
Imperium Roma menganjurkan sidang gereja sedunia di Necia yang terkenal dengan
konsili necia untuk menyelesaikan perbedaan pokok ideologi dalam agama Kristen
yakni tentang Yesus Kristus. Adapun yang bertentangan dengan keputusan itu
dianggap Bid’ah serta menutup pusat-pusat studi filsafat di Athena, Anatolia
dan Roma. Selanjutnya melarang pelajaran logika kecuali pada bab-bab tertentu.
Keputusan ini merupakan pukulan berat bagi filsafat Yunani dan logika yang
akhirnya menyebabkan padamnya alam pikiran di Barat serta berlangsung selama
seribu tahun yang dikenal dengan zaman kegelapan.
Selanjutnya
logika berkembang di dunia Islam tepatnya di jazirah Arab sekitar abad ke-2 M
yang diadopsi dan diterjemahkan sebatas segi bahasa yaitu kalam dan talaffudz
tanpa menghubungkannya dengan makna sebenarnya yang digunakan di Yunani ketika
itu. Namun mencapai puncaknya, pada masa dinasti Abbasiyah ditandai dengan
penerjemahan karya-karya Yunani, Sankrit, Persia dan Siryani. Namun karya
Yunani lah yang mendapat perhatian lebih untuk diterjemahkan dalam bahasa Arab
khususnya dalam bidang logika yang diberi nama ilmu Mantiq. Adapun terjemahan
ilmu logika yang lengkap dilakukan oleh filosof Islam pertama yakni Al-Kindi.
Namun, penerjemahannya masih dianggap belum seragam lalu disamakanlah oleh
Al-Farabi dan berlaku sampai sekarang ini. Setelah itu dikembangkan dan diberi
komentar oleh Ibnu Sina yakni seorang sarjana Islam yang mengembangkan ilmu
yang bernafaskan sains. Abu Bakar al-Razi seorang filosof muslim yang mengawali
pembukuan ilmu kedokteran dan farmasi. Ibnu Rusyd yang ikut andil dalam
menggabungkan logika Aristoteles dengan ilmu Islam termasuk filsafat dan nahwu.
Juga al-Ghazali yang mulai menggabungkan mantiq dengan ilmu kalam.
Adapun
orang yang pertama kali menerjemahkan ilmu mantiq dalam riwayat al-Qadli
al-Sha’id al-Andalusi adalah Ibnu Muqaffa’ yang telah menerjemahkan tiga buku
karya Aristoteles yakni Categorias, Pario Hermenais, Analytica serta Eisasoge
karya Porphyry. Penolakan terhadap filsafat termasuk logika Yunani baru terjadi
pada mas Imam al-Asy’ari pada abad keempat Hijriyah. Namun menurut beberapa
penulis, penolakan yang sesungguhnya baru terjadi pada masa al-Ghazali dalam
bukunya Tahafut al-Falasifah pada pertengahan kedua abad kelima Hijriah.
Penolakan tersebut didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan teologis.
Penolakan ini disertai dengan perlawanan yang meluas dari wilayah timur hingga
barat. Namun barat Islam lebih terpengaruh akan hal ini karena mayoritas
bermadzhab Maliki. Mantiq dan filsafat terus dikecam oleh doktrin ke-salafan,
sampai pada akhirnya muncul Ibnu Ruysd yang berani melawan kebiasaan tersebut
dengan bukunya Tahafut al-Tahafut.
Meski
demikian, perlawanan terus berlanjut bahkan sampai puncaknya Pada penghujung
abad 13 M, bermunculan fatwa haram mempelajari mantiq karena fatwa-fatwa
tersebut sejak saat itu kegiatan dan perkembangan akan pikiran di dunia Islam
surut dan sebaliknya Eropa mengalami kebangkitan yang disebut zaman
Renaissance. Munculnya perlawanan
seperti ini karena adanya dua tokoh yang terkenal yakni Ibnu Sholah dan Ibnu
Taimiyah. Pada tokoh Ibnu Taimiyah melakukan pemboikotan terhadap buku-buku
filsafat dan melontarkan predikat
‘kafir’ terhadap Ibnu Sina dalam bukunya Majmu’ah Rasa’il al-Kubra.
DaftarReferensi
Abdur Rahman Al-Akhdhari, 2005, Sullam
Munauraq terj. oleh Fadlil Said, (Surabaya: Penerbit Al-Hidayah), hal 4-7
Abdur
Rahman Al-Akhdhari, 2013, Sullam Munauraq terj. oleh Darul Azka dan
Nailul Huda, (Kediri: Santri Salaf Press), hal 5.
Syukriadi
Sambas, 1996, Mantik kaidah berpikir Islami, (Jakarta: PT. Remaja
Rosdakarya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar