Sabtu, 02 Januari 2016

Sejarah Ilmu Mantiq



 Hasil gambar untuk mantiq
Sejarah Ilmu Mantik
Sebenarnya, kegiatan berpikir muncul bebarengan dengan adanya manusia pertama. Manusia diberi potensi berpikir untuk memikirkan dirinya dan segala sesuatu yang berada diluar dirinya. Para penulis ilmu mantik menyatakan bahwa secara konsepsional dan sistematis, kegiatan berpikir kemudian melahirkan tata cara berpikir yang dituangkan dalam satu disiplin ilmu yaitu mantik, baru terjadi kira-kira pada tahun 470 SM. Perintisnya ialah kaum sofisme (sofsathaiyun). Kelompok inilah yang mencoba mengangkat persoalan kemasyarakatan, agama, dan akhlak dengan pendekatan akal, yang sayangnya mereka kerap kali mengarah kepada kesesatan berpikir.
Dapat diperhatikan dari kenyataan kelompok sofisme tersebut muncullah socrates dan muridnya, Plato dan Aristoteles. Mereka membentuk tata aturan berpikir benar dalam bentuk kaidah-kaidah berpikir. Kaidah inilah yang kemudian menjadi suatu acuan dalam disiplin ilmu yaitu logika (Mantik).
Peletak dasar bangunan ilmu mantik ialah aristoteles dengan karya tulisnya yang terkenal yaitu organon oa laterpretation dan prior arsilyteis. Dalam perkembangan selanjutnya, mantik aristo dikirim kedunia islam melalui bnyak pengalih bahasaan kedalam bahasa Arab pada zaman Daulat Abbasyiah (153-656 H / 750-1258 M). Upaya itu dilakukan oleh Abdullah bin Mughafa (sekertaris Ja’far Al;Mansur) kemudian dilanjutkan oleh anaknya.
Setelah ditransfer kedunia Islam, mantik yunani terdiri dari 3 corak, yaitu :
1.       Mnatik hasil karya kelompok pripateticieus (Masya,iyun) atau mantik aliran peripatetisme (masya’iyah) yaitu pengembangan metode Aristo,
2.       Mantik hasil karya kelompok stoicieus (rawaqiyun) yang dikembangkan oleh para ahli ilmu kalam dan fiqih,
3.       Mantik hasil karya ahli Tsawuf (mantikisyraqi)
Corak ilmu mantik, dibagi 3, yaitu :
1.       Mantik murni yunani
2.       Mantik campuran (islam dan yunani)
3.       Mantik Islam

Melihat kenyataan itu, Socrates dan muridnya, Plato serta Aristoteles mereka mulai merintis tata aturan berpikir benar dalam bentuk-bentuk kaidah berpikir. Kaidah-kaidah inilah yang mewujudkan suatu disiplin ilmu mantik.  Adapun peletak batu pertama adalah Socrates, kemudian dilanjutkan oleh Plato dan dilengkapi oleh Aristoteles sehingga Aristoteleslah yang dipandang sebagai bapak pendiri logika karena dialah yang pertama kali menyusun ilmu ini dengan pembahasan yang teratur dengan cara disusun dan dikumpulkan oleh muridnya dalam sebuah karya yang diberi nama Organon. Murid Aristoteles yang terbesar dan berjasa dalam menyempurnakan ilmu logika adalah Theoprates serta Parphyrius. Sumbangannya yakni berupa pasal yang disebutnya Eisagoge yang kemudian disebut Klasifikasi.
Pada masa selanjutnya, tepatnya pada masa Parphyrius alam pikiran Yunani menemukan sentra-sentra pelajarannya pada empat kota yakni Athena, Anatolia, Roma dan Alexandria. Pada tahun 325 M, pertumbuhan dan perkembangan ilmu logika membawa pengaruh yang sangat menarik pada agama Kristen sehingga menyebabkan Kaisar Imperium Roma menganjurkan sidang gereja sedunia di Necia yang terkenal dengan konsili necia untuk menyelesaikan perbedaan pokok ideologi dalam agama Kristen yakni tentang Yesus Kristus. Adapun yang bertentangan dengan keputusan itu dianggap Bid’ah serta menutup pusat-pusat studi filsafat di Athena, Anatolia dan Roma. Selanjutnya melarang pelajaran logika kecuali pada bab-bab tertentu. Keputusan ini merupakan pukulan berat bagi filsafat Yunani dan logika yang akhirnya menyebabkan padamnya alam pikiran di Barat serta berlangsung selama seribu tahun yang dikenal dengan zaman kegelapan.
Selanjutnya logika berkembang di dunia Islam tepatnya di jazirah Arab sekitar abad ke-2 M yang diadopsi dan diterjemahkan sebatas segi bahasa yaitu kalam dan talaffudz tanpa menghubungkannya dengan makna sebenarnya yang digunakan di Yunani ketika itu. Namun mencapai puncaknya, pada masa dinasti Abbasiyah ditandai dengan penerjemahan karya-karya Yunani, Sankrit, Persia dan Siryani. Namun karya Yunani lah yang mendapat perhatian lebih untuk diterjemahkan dalam bahasa Arab khususnya dalam bidang logika yang diberi nama ilmu Mantiq. Adapun terjemahan ilmu logika yang lengkap dilakukan oleh filosof Islam pertama yakni Al-Kindi. Namun, penerjemahannya masih dianggap belum seragam lalu disamakanlah oleh Al-Farabi dan berlaku sampai sekarang ini. Setelah itu dikembangkan dan diberi komentar oleh Ibnu Sina yakni seorang sarjana Islam yang mengembangkan ilmu yang bernafaskan sains. Abu Bakar al-Razi seorang filosof muslim yang mengawali pembukuan ilmu kedokteran dan farmasi. Ibnu Rusyd yang ikut andil dalam menggabungkan logika Aristoteles dengan ilmu Islam termasuk filsafat dan nahwu. Juga al-Ghazali yang mulai menggabungkan mantiq dengan ilmu kalam.
Adapun orang yang pertama kali menerjemahkan ilmu mantiq dalam riwayat al-Qadli al-Sha’id al-Andalusi adalah Ibnu Muqaffa’ yang telah menerjemahkan tiga buku karya Aristoteles yakni Categorias, Pario Hermenais, Analytica serta Eisasoge karya Porphyry. Penolakan terhadap filsafat termasuk logika Yunani baru terjadi pada mas Imam al-Asy’ari pada abad keempat Hijriyah. Namun menurut beberapa penulis, penolakan yang sesungguhnya baru terjadi pada masa al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah pada pertengahan kedua abad kelima Hijriah. Penolakan tersebut didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan teologis. Penolakan ini disertai dengan perlawanan yang meluas dari wilayah timur hingga barat. Namun barat Islam lebih terpengaruh akan hal ini karena mayoritas bermadzhab Maliki. Mantiq dan filsafat terus dikecam oleh doktrin ke-salafan, sampai pada akhirnya muncul Ibnu Ruysd yang berani melawan kebiasaan tersebut dengan bukunya Tahafut al-Tahafut.
Meski demikian, perlawanan terus berlanjut bahkan sampai puncaknya Pada penghujung abad 13 M, bermunculan fatwa haram mempelajari mantiq karena fatwa-fatwa tersebut sejak saat itu kegiatan dan perkembangan akan pikiran di dunia Islam surut dan sebaliknya Eropa mengalami kebangkitan yang disebut zaman Renaissance.  Munculnya perlawanan seperti ini karena adanya dua tokoh yang terkenal yakni Ibnu Sholah dan Ibnu Taimiyah. Pada tokoh Ibnu Taimiyah melakukan pemboikotan terhadap buku-buku filsafat dan  melontarkan predikat ‘kafir’ terhadap Ibnu Sina dalam bukunya Majmu’ah Rasa’il al-Kubra.

DaftarReferensi
Abdur Rahman Al-Akhdhari, 2005, Sullam Munauraq terj. oleh Fadlil Said, (Surabaya: Penerbit Al-Hidayah), hal 4-7
Abdur Rahman Al-Akhdhari, 2013, Sullam Munauraq terj. oleh Darul Azka dan Nailul Huda, (Kediri: Santri Salaf Press), hal 5.
Syukriadi Sambas, 1996, Mantik kaidah berpikir Islami, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar