(Tokoh Al-Farabi dalam Ilmu Mantik mengenai Qiyas)
Al-Farabi (258/870-339 H/950 H)
Jika Aristoteles, dikenal sebagai tokoh, “peletak dasar ilmu
logika” atau “Guru Pertama”, maka al-Farabi dalam dunia intelektual Islam
dinilai sebagai “Guru Kedua” (al-Mu’allim al-Tsani). Gelar ini diberikan
kepadanya, terutama karena perhatiannya yang sangat besar terhadap logika,
serta pemahaman dan komentar-komentarnyayang sangat baik atas kitab-kitab
Aristoteles. Ia belajar logika Aristoteles kepada seorang sarjana Kristen,
Yuhanna Ibn Hailan di Baghdad, tetapi setelah itu ia mengungguli semua kawan
sebayanya yang muslim.
Didalam kitab Isha’ al-‘Ulum, al-Farabi membagi logika
kepada delapan bagian , sesuai dengan pembagian yang ada pada kitab Organon Aristoteles,
yaitu.
a.
Kategri-kategri
(al-Maqulat), yaitu berkenaan dengan kaidah-kaidah yang mengatur
konsep-konsep dan penggunaan istilah tunggal yang sesuai dengan kaidah itu.
b.
Hemeneutika
(al-Ibarat), yang berkenaan dengan pernyataan-pernyataan atau proposisi-proposisi
(Qodhiyah) yang sederhana yang terdiri dari dua istilah atau lebih.
c.
Analitika
Priora (al-Qiyas), yang berkenaan dengan kaidah silogisme (Qiyas) yang
digunakan dalam lima jenis (genus) argumen, yaitu: demonstratif,
dialektik, sofistik, retorik dan puitik.
d.
Analitika
Psteriora (al-Burhan), yang berkenaan dengan kaidah-kaidah pembuktian
demnstratif dan sifat dasar pengetahuan ilmiah.
e.
Topika
(al-Jadal), yang berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan dan
jawaban-jawaban diakletik
f.
Sphistika
(al-safsathah, atau al-mughalathah), adalah yang berkenaan dengan
argumen-argumen sofistik dan cara untuk menghindarkannya.
g.
Retorika
(al-Khathabah), yang berkenaan dengan jenis-jenis persuasi dan dampaknya
atas pendengar dalam berpidato.
h.
Puitika
(al-syi’r), adalah yang berkenaan dengan kaidah-kaidah menulis puisi dan
bermacam-macam jenis pernyataan puitis dan keunggulan mereka yang komparatif.[1]
Menurut
al-Farabi, bagian keempat, Analitika Posteriora (al-Qiyas al-Burhany), adalah
logika yang sesungguhnya dan paling penting , dibandingkan dengan yang lainnya.
Adapun tiga sebelumnya (kategori,
hermeneutika, dan analitika priori) adalah sebagi pendahuluan ilmu berlogika,
sedangkan empat terakhir (topika, sophistika, retorika, dan puitika) merupakan
penerapan dan perbandingan, dimaksudkan untuk memberikan perbedaan dan
penjelasan. Karena itu nilai kualitas dan manfaatnya berbeda antara satu sama
lainnya. Untuk ini al-Frobi meletakkan lima silogisme (Qiyas) atau
landasanpenalaran.
a.
Analogi
demonstratif (al-Qiyas al-Burhany), ini sesuai dengan analitika
posteririnya Aristoteles, yaitu pembuktian yang menampakkan sifat demnstratif
nya bila ia membawa kepada kepastian.
b.
Analogi
dialektik, ini sesuai dengan Topiknya Aristoteles, yaitu pembuktian yang
memberikan kemungkinan yang lebih kuat , sehingga diduga ia mencapai tinggkat
kepastian, padahal ia tidaklah demikian.
c.
Analgi
Sfistik, ini sesuai dengan Sfistiknya Aristoteles, yaitu pembuktianyang
sebenarnya adalah keliru dan salah, tetapi kekeliruan dan kesalahan itu dapat
digambarkan seakan-akan benar, dan sebaliknya yang benar menjadi salah.
d.
Analogi
Retorik, ini juga sama dengan Retorikanya Aristoteles, yaitu pembuktian yang
mencapai pada suatu tingkat kepuasan , tanpa memberikan suatu keyakinan yang
pasti.
e.
Analgi
Puitik, juga sama dengan Puitiknya Aristoteles, yaitu pembuktian yang
berdasarkan imajinasi sebagai ganti penalaran pemikiran, dan ia cenderung
kepada perasaan sebagai pengganti kebenaran rasional.[2]
Mengenai Qiyas atau silogisme, menurut bahasa ialah
mengira-ngirakan sesuatu dengan penaksiran yang lain. Sedangkan menurut istilah
adalah ucapan atau pemikiran yang tersusun dengan bentuk tertentu dari beberapa
qadhiyah atau proposisi dan dengan sendirinya (dzatiyah) menetatapkan
ucapan lain. Sedangkan definisi Qdhiyah atau proposisi ialah sebuah
lafadz yang dengan sendirinya (dzatiyah) memiliki kandungan makna yang
berpotensi dinilai benar dan bohong.[3]