MATA
KULIAH PENGANTAR FILSAFAT
“EPISTEMOLOGI”
Moch. Alcharis S.I.
A.
Pendahuluan
1.
Latar
Belakang
Epistemologi
merupakan cabang filsafat yang membahas tentang hakikat, keaslian, metode, dan
struktur pengetahuan. Seperti induknya (filsafat) epistemologi secara global
memiliki pengaruh terhadap wujud peradaban manusia, sedangkan secara khusus
berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[1] Epistemologi
atau teori ilmu pengetahuan kajian yang bermanfaat karena membahas aspek
kehidupan manusia yang sangat fundamental[2].
Epistemologi adalah cabang filsafat secara khusus membahas teori ilmu
pengetahuan.
Sedangkan dalam
bidang filsafat rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering
berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Hanya saja Empirisme mengatakan bahwa
pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui objek empirisme, maka
rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir,
pengetahuan dari empirisme di anggap sering menyesatkan. Adapun alat berpikir adalah kaidah-kaidah
yang logis.[3]
Empirisme
adalah sesuatu yang lebih menekankan peran indra sebagai sumber pengetahuan,
sekaligus alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan.[4]
Untuk memahami inti filsafat empirime perlu memahami dahulu dua ciri
pokok empirisme yaitu mengenai makna dan teori tentang pengetahuan.
Filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran
positivisme logis (logical positivisme) dan filsafat ludwig
wittegenstein.
Positivisme
adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif suatu yang
diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan ke dalam pembicaraan filsafat dan
ilmu pengetahuan. Tokoh aliran positivisme adalah Agus Comte (1798-1857 M). Ia
berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh pengetahuan,
tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan ekperimen.[5]
2.
Rumusan
Masalah
Dari uraian diatas, penulis menemukan permasalah yang dituangkan, dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa pengertian epistemologi?
2. Bagaimana perkembangan epistemologi?
3. Apa pengertian rasionalisme, empirisme, dan positivisme?
3. Tujuan
Dari rumusan
masalah yang ada diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui epistemologi
2.
Untuk mengetahui
perkembangan epistemologi
3.
Untuk
mengetahui pengertian rasionalisme, empirisme, dan positiviseme.
4.
Sebagai bahan
diskusi kelas.
B.
Pembahasan
Epistemologi
atau teori ilmu pengetahuan kajian yang bermanfaat karena membahas aspek
kehidupan manusia yang sangat fundamental[6].
Epistemologi adalah cabang filsafat secara khusus membahas teori ilmu
pengetahuan. Secara etimologi (bahasa) epistemologi berarti dari kata Yunani, epiteme
dan logos. Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logos
berarti teori, uraian atau tulisan. Karena berhubungan dengan pengertian
filsafat pengetahuan, lebih tepat logos diterjemahan dalam arti teori. Jadi,
epistemologi dapat di artikan sebagai teori tentang pengetahuan, dalam bahasa
Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge. Epistemologi adalah
cabang filsafat yang secara khusu membahas teori ilmu pengetahuan.[7]
Epistemologi
menjelaskan proses dan prosedur yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan berupa
ilmu serta hal-hal yang harus dipertimbangkan sehingga diperoleh pengetahuan
yang benar. Ia menjelaskan kebenaran serta kiterianya dan cara yang dapat
membantu diperolehnya kebenaran.[8]
Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut? Jaques Martain
mengatakan, “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab
pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang
memungkinkan saya dapat tahu.” Hal ini menunjukan, bahwa tujuan epistemologi
bukan untuk memperoleh pengetahuan kendati pun keadaan ini tak bisa di hindari,
akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih
penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.[9]
Secara
Tradisional, yang menjadi pokok persoalan dalam epistemologi ialah sumber, asal
mula, dan sifat dasar pengetahuan, bidang, batas, dan jangkauan pengetahuan
serta validitas dan realibilitas (rebility) dari berbagai klaim terhadap
pengetahuan. Jika dikatakan seseorang mengetahui sesuatu, itu berarti ia
mempunyai pengethuan tentang sesuatu itu. Dengan demikian, Pengetahuan
adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjuk kepada apa yang diketahui oleh
seorang tentang sesuatu. [10]
Pengetahuan
senantiasa memiliki objek, yakni yang mengetahui, karena tanpa ada mengetahui
karena tanpa ada yang mengetahui tidak mungkin ada pengetahuan. Jika ada
subjek, pasti ada pula objek, yakni sesuatu yang ikhwalnya kita ketahui atau
hendak kita ketahui. Tanpa objek, tidak mungkin ada pengetahuan. Pengetahuan
bertautan erat erat dengan kebenaran karena demi mencapai kebenaranlah
pengetahuan eksis. Kebenaran ialah kesusuaian pengetahuan dengan objeknya. Dan
sebalaiknya jika pengetahuan tidak sesuai dengan objeknya maka disebut
kekeliruan. Suatu objek yang ingin diketahui senantiasa memiliki banyak aspek
yang sangat sulit di ungkapkan secara serentak. Kanyataannya, manusia hanya
mengetahui beberapa aspek dari suatu objek, sedangkan yang lainnya tetap
sembunyi dibaliknya. Dengan demikian, jelas bahwa sangat sulit untuk mencapai
kebenaran yang lengkap dari objek tertentu, apabila mencapai suatu kebenaran
dari segala sesuatu yang dapat dijadikan objek pengetahuan.
Pengetahuan
dapat dibagi ke dalam tiga jenis, sebagai berikut :
1.
Pengetahuan
biasa (ordinary knowledge) yaitu
pengetahuan yang terdiri dari pengetahuan nir-ilmiah dan pengetahuan pra-ilmiah.
Pengetahuan Nir-Ilmiah adalah hasil penerapan dengan indera terhadap
objek tertentu yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan termasuk pula
pengetahuan intuitif, Pengetahuan Pra-Ilmiah merupakan hasil penerapan
inderawi dan pengetahuan merupakan hasil pemikiran rasional yang tersedia untuk
di uji lebih lanjut kebenrannya dengan menggunakan metode-motede ilmiah.
2.
Pengetahuan
Ilmiah (scientific knowledge)
yaitu pengetahuan yang diperoleh lewat pengetahuan metode-metode ilmiah yang
lebih menjamin kepastian kebenaran yang di capai. Pengetahuan yang demikian
dikenal juga dengan sebuatan science.
3.
Pengetahuan
Filsafati (philosophical knowledge)
yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran rasional yang dipastikan pada
permasalahan, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis, dan pemikiran-pemikrian
yang logis, analitis, dan sistematis. Pengetahian filsafati adalah pengetahuan
yang berkaitan dengan hakikat, prinsip, dan asas dari seluruh realitas yang
dipersoalkan selaku objek yang hendak diketahui.[11]
Para penganut skeptisisme pada umumnya sependapat bahwa segala
sesuatu, termasuk yang dianggap “sudah pasti” dapat saja disangsikan
kebenarannya. Untuk membenarkan diri, secara ekstrem mereka berpegang pada
ungkapan Srocates yang menyatakan bahwa “apa yang saya ketahui ialah bahwa
saya tidak mengetahui apa-apa” (All that I know is that I know nothing). Dengan demikian, mereka hendak menegaskan
bahwa sesungguhnya tidak ada pengethuan yang pasti dan mutlak. Beberapa filsuf
(Bacon, Hobbes, dan Locke) menyatakan bahwa bukan akal budi melainkan
pengalaman inderawi lah yang menjadi sumber utama pengetahuan.[12]
Tiga persoalan pokok yang dikaji dalam epistemologi ialah :
1.
Rasionalisme
Rasionalisme yaitu suatu aliran
pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal atau ide sebagai sumber
pengetahuan.[13]
Sebagaimana disebutkan bahwa Descrates adalah tokoh pertama dalam filsafat
modern. Ia sebagai orang aliran rasionalis. Rasionalisme adalah paham
filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk
memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh
dengan cara berpikir. Aliran Rasionalisme ada dua macam yaitu dalam bidang
agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama aliran rasionalisme adalah lawan
dari autoritas. Dan biasanya digunakan untuk menkritis ajaran agama.
Sedangkan dalam bidang filsafat rasionalisme
adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori
pengetahuan. Hanya saja Empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan
jalan mengetahui objek empirisme, maka rasionalisme mengajarkan bahwa
pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir, pengetahuan dari empirisme di
anggap sering menyesatkan. Adapun alat
berpikir adalah kaidah-kaidah yang logis.[14]
Zaman modern dalam sejarah filsafat
biasanya dimulai oleh filsafat Descrates. Tentu pertanyaan ini bermaksud
menyederhanakan permasalahan. Kata modern disini hanya digunakan untuk
menunjukan suatu filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan,
dengan filsafat pada Abad pertengahan. Corak utama filsafat modern dimaksud
disini adalah di anutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani
Kuno. Oleh karena itu, gerakan pemikiran Descrates sering juga disebut bercorak
Renaissance.[15]
Menurutn Descrates, kepastian itu
tidak tergantung dari objek yang dipelajari keran hal yang di alami bisa
berubah sewaktu-waktu. Begitulah terjadi bahwa metoda Descrates mengembangkan
aturan universal dari pikiran manusia dan tidak mewahyukan corak dari dunia yang
dipelajari. Hal itu dianggap mungkin karena roh kita mempunyai idea innata,
ide yang sudah ada waktu kita lahir. Berdasarkan idea innata dan aturan
pemikiran kita yang logis, kita akan mencapai pengetahuan yang pasti. Aaturan
logis ialah jangan menerima hal yang tidak eviden, uraikan persoalan
menjadi unsur-unsur persoalan, susunlah pemikiran mulai dari yang sederhana
hingga naik sampai yang lebih sukar dan menjadi yakin bahwa ada aturan dan
corak juga kalau itu tidak terlihat.
Kesatuan dari universalitas ilmu
pengetahuan ialah kesatuan dan universalitas Formalisme dari logika abstrak
tidak berguna bagi ilmu. Ilmu pengetahuan berdasar intuisi dari subjek
pengetahuan yang hanya mengaku benar hal yang menampakan dirinya dalam ide yang
nyata dan jelas les idess claires et distinct. Jelas artinya sifat objek
yang dengan terang menampakan dirinya, idea distinct ialah ide yang di
uraikan sampai unsur yang terakhir.[16]
2.
Empirisme
Empirisme adalah sesuatu yang lebih
menekankan peran indra sebagai sumber pengetahuan, sekaligus alat untuk
memperoleh ilmu pengetahuan.[17]
Untuk memahami inti filsafat empirime perlu memahami dahulu dua ciri
pokok empirisme yaitu mengenai makna dan teori tentang pengetahuan.
Filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran
positivisme logis (logical positivisme) dan filsafat ludwig
wittegenstein. Akan tetapi teori makna dan empirisme selalu harus dipahami
lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empirisme jiwa
dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola (parttern)
jumlah yang dapat di indra, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa
yang sama.
Dalam teori pengetahuan dapat
diringkaskan sebagai berikut. Menurut orang rasionalis ada bebarapa kebenran
umum seperti setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dasar-dasar
matematika, dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar
dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh
lewat intuisi rasional. Semua kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran yang
diperoleh lewat observasi jadi ia kebenaran a posteriori.[18]
Menurut Francis Brakon (1210-1292 M)
bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang
melalui persentuhan inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber
pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi.dan
ia menyatakan “Kita sudah terlalu lama dipengaruhi metoda deduktif. Dari
dogma-dogma diambil kesimpulan. Itu tidak benar, haruslah kita sekarang
memperhatikan yang konkrit pengelompokan. Itu lah tugas dari pengetahuan.[19]
Menurut Thomas Hobbes (1588-1679 M)
berpendapat bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan.
Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan indera lah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan
Intelektual (rasio) tidak lain hanya lah merupakan pergabungan data-data
inderawi belaka. Pengikut Thomas Hobbes berpendapat bahwa pengalaman inderawi
sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan
indera lah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan Intelektual (rasio) tidak lain
hanya lah merupakan pergabungan data-data inderawi belaka. Pengikut aliran
Empirisme diantaranya adalah John Locke (1632-1704 M), David Hume (1711-1776
M), dan Gerge Berkeley (1665-1753).[20]
3.
Positivisme
Positivisme adalah aliran filsafat
yang berpangkal dari fakta positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan
dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. Tokoh aliran
positivisme adalah Agus Comte (1798-1857 M). Ia berpendapat indera itu sangat
penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi juga harus dipertajam dengan alat
bantu yang diperkuat dengan eksperimen. Kekeliran indera akan dapat dikoreksi
lewat dengan eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuyran-ukuran yang jelas. Panas
di ukur dengan derajat panas, ketika panas. Kita cukup mengatakan api panas,
matahari panas, kopi panas, tidak panas. Kita memerlukan ukuran yang teliti,
disini lah kemajuan sains benar-benar di mulai.[21]
Jika Positivisme dibedakan dengan Empirisme. Positivisme yaitu membatasi pada
perjalanan objektif, sedangkan Empirisme yaitu menerima pengalaman batiniah
saja.
Dan menurut Agus Comte ,
perkembangan pemikiran manusia baik perorangan maupun bangsa melalui tiga
zaman, diantaranya :
a.
Zaman Teologis, yaitu zaman dimana manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala
alam, terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak
gejala-gejala tersebut. Zaman teologis dibagi dibagi menjadi tiga periode, yang
pertama dimana benda-benda di anggap berjiwa oleh masyarakat animisme,
yang kedua manusia percaya pada Dewa-dewa disebut Politeisme, dan yang
ketiga menusia percaya pada Allah swt sebagai Yang Maha Kuasa atau disebut Monoteisme.[22]
b.
Zaman
Metafisis, yaitu kekuatan yang adikodrati
diganti dengan ketentuan-ketentuan abstrak.
c.
Zaman Positif, yaitu ketika orang tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan tentang
yang mutlak baik teologis maupun metafisis. Sekarang manusia berusaha
mendapatkan hukum-hukum dari fakta-fakta yang didapatinya dengan
pengamatan dan akalnya. Tujuan dari
zaman ini akan tercapai apabila
gejala-gejala telah dapat disusun dan di atur di bawah satu fakta yang umum
saja.[23]
Urutan
ilmu-ilmu pengetahuan tersusun demikian rupa, sehingga yang satu mengandalkan
semua ilmu yang mendahuluinya. Dengan demikian Comte menempatkan deretan ilmu
pengetahuan dengan urutan sebagai berikut :
1.
Ilmu Pasti
2.
Ilmu Astronomi
3.
Ilmu Fisika
4.
Ilmu Kimia
5.
Ilmu Biologi
6.
Dan Ilmu
Sosiologi.
Ditinjau dari sejarah berpikir manusia, terdapat dua pola dalam
memperoleh pengetahuan, yaitu berfikir secara rasional yang mengembangkan paham
rasionalisme dan berfikir berdasarkan
fakta yang mengembangkan paham empirisme. Akhirnya, pendukung kedua belah pihak
saling menyadari bahwa rasionalisme dan empirisme disamping mempunyai kelebihan
juga mempunyai kekurangan masing-masing. Selanjutnya timbul gagasan untuk
menggabungkan keduanya melalui pendekatan, untuk menyusun metode yang lebih
dapat di andalkan dalam menemukan pengetahuan yang benar. Gagasan antara
rasionalisme dan empirisme dinamakan metode keilmuan. Dan ini menjadi sebuah
perpaduan keilmuan yang didalamnya akan memuat tentang kebenaran dan fakta.[24]
Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari
jawabannya pada dunia nyata pula. Ilmu di mulai dengan fakta dan di akhiri
dengan fakta., Einstein berkata apapun juga teori yang menjebatani antara
keduanya. Teori yang dimaksudkan disini adalah penjelasan yang terdapat dalam
dunia fisik tersebut. Teori merupakan suatu abtraksi intelektual dimana
pendekatan secara rasional di gabungkan dengan pengalamam empiris. Artinya,
teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek
yang dijelaskannya, biar bagaimana pun meyakinkan nya tetap harus di dukung
dengan fakta empiris untuk mendapatkan
pernyataan yang benar.[25]
C.
Penutup
1.
Kesimpulan
Sebagai
sebuah landasan ilmu, Epistemologi berperan dalam munculnya
pengetahuan-pengetahuan yang selanjutnya dilakukan eksperimen untuk di
spesifikasikan mana yang masuk kategori ilmu. Pengetahuan diperoleh dari akal,
yakni pengetahuan yang didapatkan melalui proses berpikir yang logis sehingga
dapat diterima oleh akal. Dari sini memunculkan aliran rasionalisme, empirisme,
dan positivisme. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, yakni pengetahuan baru
muncul ketika indera manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan
mengamati berbagai kejadian dalam kehidupan. Aliran yang mempunyai paham ini
adalah aliran empirisme.
DAFTAR PUSTAKA
Qomar, Mujamil. Epistemologi Pendidikan Islam dari “Metode
Rasional hingga
Metode Kritik”. Jakarta. Erlangga. 2005.
Rapar, Jan Hendrik. Penghantar
Filsafat. Yogyakarta. Kanisius. 1996.
Ridwan, Ahmad Hasan. Dasar-dasar
Epistemologi Islam. Bandung. CV Pustaka
Setia.
2011.
Suriasumantri,
Jujun S. Filsafat Agama “Sebuah Penghantar Populer”.Jakarta.
Pustaka Sinar Harapan. 1993.
Syadali, Ahmad. Filsafat
Umum. Bandung. CV Pustakan Setia. 2004.
[1] Mujamil
Qomar. Epistemologi Pendidikan Islam dari “Metode Rasional hingga Metode
Kritik”. Jakarta.
Erlangga.
2005., (sinopsis).
[2]
Fundamental adalah kebenaran umum atau dasar realitas
[3] Ahmad
Syadali, dkk. Filsafat Umum. Bandung. CV Pustakan Setia. 2004., hlm 106
[4] Ahmad
Hasan Ridwan, dkk. Dasar-dasar Epistemologi Islam. Bandung. CV Pustaka
Setia. 2011., hlm 22
[5] Ahmad
Syadali, dkk. Filsafat Umum. Bandung. CV Pustakan Setia. 2004., hlm 133
[6] Fundamental
adalah kebenaran umum atau dasar realitas
[7] Ahmad
Hasan Ridwan, dkk. Dasar-dasar Epistemologi Islam. Bandung. CV Pustaka
Setia. 2011., hlm. 21
[8] Ibid.,
hlm 22
[9] Mujamil
Qomar. Epistemologi Pendidikan Islam dari “Metode Rasional hingga Metode
Kritik”. Jakarta.
Erlangga.
2005., hlm 8
[10] Jan
Hendrik Rapar. Penghantar Filsafat. Yogyakarta. Kanisius. 1996., hlm 37
[11] Ibid.,
hlm 37-38
[12] Ibid.,
hlm 40
[13] Ahmad
Hasan Ridwan, dkk. Dasar-dasar Epistemologi Islam. Bandung. CV Pustaka
Setia. 2011., hlm 22
[14] Ahmad
Syadali, dkk. Filsafat Umum. Bandung. CV Pustakan Setia. 2004., hlm 106
[15] Ibid.,
hlm. 107
[16] Ibid.,
hlm. 108
[17] Ahmad
Hasan Ridwan, dkk. Dasar-dasar Epistemologi Islam. Bandung. CV Pustaka
Setia. 2011., hlm 22
[18] Ahmad
Syadali, dkk. Filsafat Umum. Bandung. CV Pustakan Setia. 2004., hlm 117
[19] Ibid.,
[20] Ibid.,
hlm 118
[21] Ibid.,
hlm 133
[22] Ibid.,
[23] Ibid.,hlm.
134
[24] Mujamil
Qomar. Epistemologi Pendidikan Islam dari “Metode Rasional hingga Metode
Kritik”. Jakarta.
Erlangga. 2005., hlm 15
[25] Jujun S.
Suriasumantri. Filsafat Agama “Sebuah Penghantar Populer”.Jakarta.
Pustaka Sinar Harapan 1993.,
hlm 123
Tidak ada komentar:
Posting Komentar