Senin, 27 April 2015

“EPISTEMOLOGI”

MATA KULIAH PENGANTAR FILSAFAT
“EPISTEMOLOGI”
 Moch. Alcharis S.I.


A.     Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang hakikat, keaslian, metode, dan struktur pengetahuan. Seperti induknya (filsafat) epistemologi secara global memiliki pengaruh terhadap wujud peradaban manusia, sedangkan secara khusus berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[1] Epistemologi atau teori ilmu pengetahuan kajian yang bermanfaat karena membahas aspek kehidupan manusia yang sangat fundamental[2]. Epistemologi adalah cabang filsafat secara khusus membahas teori ilmu pengetahuan.
Sedangkan dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Hanya saja Empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui objek empirisme, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir, pengetahuan dari empirisme di anggap sering menyesatkan.  Adapun alat berpikir adalah kaidah-kaidah yang logis.[3]
Empirisme adalah sesuatu yang lebih menekankan peran indra sebagai sumber pengetahuan, sekaligus alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan.[4] Untuk memahami inti filsafat empirime perlu memahami dahulu dua ciri pokok empirisme yaitu mengenai makna dan teori tentang pengetahuan. Filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran positivisme logis (logical positivisme) dan filsafat ludwig wittegenstein.

Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif suatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan ke dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. Tokoh aliran positivisme adalah Agus Comte (1798-1857 M). Ia berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan ekperimen.[5]

2.      Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, penulis menemukan permasalah yang dituangkan, dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut            :
1.      Apa pengertian epistemologi?
2.      Bagaimana perkembangan epistemologi?
3.      Apa pengertian rasionalisme, empirisme, dan positivisme?

3.      Tujuan          
Dari rumusan masalah yang ada diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut               :
1.      Untuk mengetahui epistemologi
2.      Untuk mengetahui perkembangan epistemologi
3.      Untuk mengetahui pengertian rasionalisme, empirisme, dan positiviseme.
4.      Sebagai bahan diskusi kelas.

B.     Pembahasan
Epistemologi atau teori ilmu pengetahuan kajian yang bermanfaat karena membahas aspek kehidupan manusia yang sangat fundamental[6]. Epistemologi adalah cabang filsafat secara khusus membahas teori ilmu pengetahuan. Secara etimologi (bahasa) epistemologi berarti dari kata Yunani, epiteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logos berarti teori, uraian atau tulisan. Karena berhubungan dengan pengertian filsafat pengetahuan, lebih tepat logos diterjemahan dalam arti teori. Jadi, epistemologi dapat di artikan sebagai teori tentang pengetahuan, dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge. Epistemologi adalah cabang filsafat yang secara khusu membahas teori ilmu pengetahuan.[7]
Epistemologi menjelaskan proses dan prosedur yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan berupa ilmu serta hal-hal yang harus dipertimbangkan sehingga diperoleh pengetahuan yang benar. Ia menjelaskan kebenaran serta kiterianya dan cara yang dapat membantu diperolehnya kebenaran.[8] Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut? Jaques Martain mengatakan, “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu.” Hal ini menunjukan, bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendati pun keadaan ini tak bisa di hindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.[9]
Secara Tradisional, yang menjadi pokok persoalan dalam epistemologi ialah sumber, asal mula, dan sifat dasar pengetahuan, bidang, batas, dan jangkauan pengetahuan serta validitas dan realibilitas (rebility) dari berbagai klaim terhadap pengetahuan. Jika dikatakan seseorang mengetahui sesuatu, itu berarti ia mempunyai pengethuan tentang sesuatu itu. Dengan demikian, Pengetahuan adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjuk kepada apa yang diketahui oleh seorang tentang sesuatu. [10]
Pengetahuan senantiasa memiliki objek, yakni yang mengetahui, karena tanpa ada mengetahui karena tanpa ada yang mengetahui tidak mungkin ada pengetahuan. Jika ada subjek, pasti ada pula objek, yakni sesuatu yang ikhwalnya kita ketahui atau hendak kita ketahui. Tanpa objek, tidak mungkin ada pengetahuan. Pengetahuan bertautan erat erat dengan kebenaran karena demi mencapai kebenaranlah pengetahuan eksis. Kebenaran ialah kesusuaian pengetahuan dengan objeknya. Dan sebalaiknya jika pengetahuan tidak sesuai dengan objeknya maka disebut kekeliruan. Suatu objek yang ingin diketahui senantiasa memiliki banyak aspek yang sangat sulit di ungkapkan secara serentak. Kanyataannya, manusia hanya mengetahui beberapa aspek dari suatu objek, sedangkan yang lainnya tetap sembunyi dibaliknya. Dengan demikian, jelas bahwa sangat sulit untuk mencapai kebenaran yang lengkap dari objek tertentu, apabila mencapai suatu kebenaran dari segala sesuatu yang dapat dijadikan objek pengetahuan.
Pengetahuan dapat dibagi ke dalam tiga jenis, sebagai berikut   :
1.      Pengetahuan biasa (ordinary knowledge) yaitu pengetahuan yang terdiri dari pengetahuan nir-ilmiah dan pengetahuan pra-ilmiah. Pengetahuan Nir-Ilmiah adalah hasil penerapan dengan indera terhadap objek tertentu yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan termasuk pula pengetahuan intuitif, Pengetahuan Pra-Ilmiah merupakan hasil penerapan inderawi dan pengetahuan merupakan hasil pemikiran rasional yang tersedia untuk di uji lebih lanjut kebenrannya dengan menggunakan metode-motede ilmiah.
2.      Pengetahuan Ilmiah (scientific knowledge) yaitu pengetahuan yang diperoleh lewat pengetahuan metode-metode ilmiah yang lebih menjamin kepastian kebenaran yang di capai. Pengetahuan yang demikian dikenal juga dengan sebuatan science.
3.      Pengetahuan Filsafati (philosophical knowledge) yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran rasional yang dipastikan pada permasalahan, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis, dan pemikiran-pemikrian yang logis, analitis, dan sistematis. Pengetahian filsafati adalah pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat, prinsip, dan asas dari seluruh realitas yang dipersoalkan selaku objek yang hendak diketahui.[11]
Para penganut skeptisisme pada umumnya sependapat bahwa segala sesuatu, termasuk yang dianggap “sudah pasti” dapat saja disangsikan kebenarannya. Untuk membenarkan diri, secara ekstrem mereka berpegang pada ungkapan Srocates yang menyatakan bahwa “apa yang saya ketahui ialah bahwa saya tidak mengetahui apa-apa” (All that I know is that I know nothing).  Dengan demikian, mereka hendak menegaskan bahwa sesungguhnya tidak ada pengethuan yang pasti dan mutlak. Beberapa filsuf (Bacon, Hobbes, dan Locke) menyatakan bahwa bukan akal budi melainkan pengalaman inderawi lah yang menjadi sumber utama pengetahuan.[12]

Tiga persoalan pokok yang dikaji dalam epistemologi ialah :
1.      Rasionalisme
Rasionalisme yaitu suatu aliran pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal atau ide sebagai sumber pengetahuan.[13] Sebagaimana disebutkan bahwa Descrates adalah tokoh pertama dalam filsafat modern. Ia sebagai orang aliran rasionalis. Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Aliran Rasionalisme ada dua macam yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama aliran rasionalisme adalah lawan dari autoritas. Dan biasanya digunakan untuk menkritis ajaran agama.
Sedangkan dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Hanya saja Empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui objek empirisme, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir, pengetahuan dari empirisme di anggap sering menyesatkan.  Adapun alat berpikir adalah kaidah-kaidah yang logis.[14]
Zaman modern dalam sejarah filsafat biasanya dimulai oleh filsafat Descrates. Tentu pertanyaan ini bermaksud menyederhanakan permasalahan. Kata modern disini hanya digunakan untuk menunjukan suatu filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan, dengan filsafat pada Abad pertengahan. Corak utama filsafat modern dimaksud disini adalah di anutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani Kuno. Oleh karena itu, gerakan pemikiran Descrates sering juga disebut bercorak Renaissance.[15]
Menurutn Descrates, kepastian itu tidak tergantung dari objek yang dipelajari keran hal yang di alami bisa berubah sewaktu-waktu. Begitulah terjadi bahwa metoda Descrates mengembangkan aturan universal dari pikiran manusia dan tidak mewahyukan corak dari dunia yang dipelajari. Hal itu dianggap mungkin karena roh kita mempunyai idea innata, ide yang sudah ada waktu kita lahir. Berdasarkan idea innata dan aturan pemikiran kita yang logis, kita akan mencapai pengetahuan yang pasti. Aaturan logis ialah jangan menerima hal yang tidak eviden, uraikan persoalan menjadi unsur-unsur persoalan, susunlah pemikiran mulai dari yang sederhana hingga naik sampai yang lebih sukar dan menjadi yakin bahwa ada aturan dan corak juga kalau itu tidak terlihat.
Kesatuan dari universalitas ilmu pengetahuan ialah kesatuan dan universalitas Formalisme dari logika abstrak tidak berguna bagi ilmu. Ilmu pengetahuan berdasar intuisi dari subjek pengetahuan yang hanya mengaku benar hal yang menampakan dirinya dalam ide yang nyata dan jelas les idess claires et distinct. Jelas artinya sifat objek yang dengan terang menampakan dirinya, idea distinct ialah ide yang di uraikan sampai unsur yang terakhir.[16]

2.      Empirisme
Empirisme adalah sesuatu yang lebih menekankan peran indra sebagai sumber pengetahuan, sekaligus alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan.[17] Untuk memahami inti filsafat empirime perlu memahami dahulu dua ciri pokok empirisme yaitu mengenai makna dan teori tentang pengetahuan. Filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran positivisme logis (logical positivisme) dan filsafat ludwig wittegenstein. Akan tetapi teori makna dan empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empirisme jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola (parttern) jumlah yang dapat di indra, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama.
Dalam teori pengetahuan dapat diringkaskan sebagai berikut. Menurut orang rasionalis ada bebarapa kebenran umum seperti setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat intuisi rasional. Semua kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran yang diperoleh lewat observasi jadi ia kebenaran a posteriori.[18]
Menurut Francis Brakon (1210-1292 M) bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi.dan ia menyatakan “Kita sudah terlalu lama dipengaruhi metoda deduktif. Dari dogma-dogma diambil kesimpulan. Itu tidak benar, haruslah kita sekarang memperhatikan yang konkrit pengelompokan. Itu lah tugas dari pengetahuan.[19]
Menurut Thomas Hobbes (1588-1679 M) berpendapat bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan indera lah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan Intelektual (rasio) tidak lain hanya lah merupakan pergabungan data-data inderawi belaka. Pengikut Thomas Hobbes berpendapat bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan indera lah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan Intelektual (rasio) tidak lain hanya lah merupakan pergabungan data-data inderawi belaka. Pengikut aliran Empirisme diantaranya adalah John Locke (1632-1704 M), David Hume (1711-1776 M), dan Gerge Berkeley (1665-1753).[20]

3.      Positivisme
Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. Tokoh aliran positivisme adalah Agus Comte (1798-1857 M). Ia berpendapat indera itu sangat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi juga harus dipertajam dengan alat bantu yang diperkuat dengan eksperimen. Kekeliran indera akan dapat dikoreksi lewat dengan eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuyran-ukuran yang jelas. Panas di ukur dengan derajat panas, ketika panas. Kita cukup mengatakan api panas, matahari panas, kopi panas, tidak panas. Kita memerlukan ukuran yang teliti, disini lah kemajuan sains benar-benar di mulai.[21] Jika Positivisme dibedakan dengan Empirisme. Positivisme yaitu membatasi pada perjalanan objektif, sedangkan Empirisme yaitu menerima pengalaman batiniah saja.
Dan menurut Agus Comte , perkembangan pemikiran manusia baik perorangan maupun bangsa melalui tiga zaman, diantaranya          :
a.       Zaman Teologis, yaitu zaman dimana manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam, terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Zaman teologis dibagi dibagi menjadi tiga periode, yang pertama dimana benda-benda di anggap berjiwa oleh masyarakat animisme, yang kedua manusia percaya pada Dewa-dewa disebut Politeisme, dan yang ketiga menusia percaya pada Allah swt sebagai Yang Maha Kuasa atau disebut Monoteisme.[22]
b.      Zaman Metafisis, yaitu kekuatan yang adikodrati diganti dengan ketentuan-ketentuan abstrak.
c.       Zaman Positif, yaitu ketika orang tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan tentang yang mutlak baik teologis maupun metafisis. Sekarang manusia berusaha mendapatkan hukum-hukum dari fakta-fakta yang didapatinya dengan pengamatan  dan akalnya. Tujuan dari zaman ini  akan tercapai apabila gejala-gejala telah dapat disusun dan di atur di bawah satu fakta yang umum saja.[23]
Urutan ilmu-ilmu pengetahuan tersusun demikian rupa, sehingga yang satu mengandalkan semua ilmu yang mendahuluinya. Dengan demikian Comte menempatkan deretan ilmu pengetahuan dengan urutan sebagai berikut :
1.      Ilmu Pasti
2.      Ilmu Astronomi
3.      Ilmu Fisika
4.      Ilmu Kimia
5.      Ilmu Biologi
6.      Dan Ilmu Sosiologi.

Ditinjau dari sejarah berpikir manusia, terdapat dua pola dalam memperoleh pengetahuan, yaitu berfikir secara rasional yang mengembangkan paham rasionalisme  dan berfikir berdasarkan fakta yang mengembangkan paham empirisme. Akhirnya, pendukung kedua belah pihak saling menyadari bahwa rasionalisme dan empirisme disamping mempunyai kelebihan juga mempunyai kekurangan masing-masing. Selanjutnya timbul gagasan untuk menggabungkan keduanya melalui pendekatan, untuk menyusun metode yang lebih dapat di andalkan dalam menemukan pengetahuan yang benar. Gagasan antara rasionalisme dan empirisme dinamakan metode keilmuan. Dan ini menjadi sebuah perpaduan keilmuan yang didalamnya akan memuat tentang kebenaran dan fakta.[24]
Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia nyata pula. Ilmu di mulai dengan fakta dan di akhiri dengan fakta., Einstein berkata apapun juga teori yang menjebatani antara keduanya. Teori yang dimaksudkan disini adalah penjelasan yang terdapat dalam dunia fisik tersebut. Teori merupakan suatu abtraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional di gabungkan dengan pengalamam empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek yang dijelaskannya, biar bagaimana pun meyakinkan nya tetap harus di dukung dengan fakta empiris untuk mendapatkan  pernyataan yang benar.[25]

C.     Penutup
1.      Kesimpulan
Sebagai sebuah landasan ilmu, Epistemologi berperan dalam munculnya pengetahuan-pengetahuan yang selanjutnya dilakukan eksperimen untuk di spesifikasikan mana yang masuk kategori ilmu. Pengetahuan diperoleh dari akal, yakni pengetahuan yang didapatkan melalui proses berpikir yang logis sehingga dapat diterima oleh akal. Dari sini memunculkan aliran rasionalisme, empirisme, dan positivisme. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, yakni pengetahuan baru muncul ketika indera manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan mengamati berbagai kejadian dalam kehidupan. Aliran yang mempunyai paham ini adalah aliran empirisme.







DAFTAR PUSTAKA

Qomar, Mujamil. Epistemologi Pendidikan Islam dari “Metode Rasional hingga
Metode Kritik”. Jakarta. Erlangga. 2005.
Rapar, Jan Hendrik. Penghantar Filsafat. Yogyakarta. Kanisius. 1996.
Ridwan, Ahmad Hasan. Dasar-dasar Epistemologi Islam. Bandung. CV Pustaka
Setia. 2011.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Agama “Sebuah Penghantar Populer”.Jakarta.
Pustaka Sinar Harapan. 1993.
Syadali, Ahmad. Filsafat Umum. Bandung. CV Pustakan Setia. 2004.




[1] Mujamil Qomar. Epistemologi Pendidikan Islam dari “Metode Rasional hingga Metode Kritik”. Jakarta.
   Erlangga. 2005., (sinopsis).
[2] Fundamental adalah kebenaran umum atau dasar realitas
[3] Ahmad Syadali, dkk. Filsafat Umum. Bandung. CV Pustakan Setia. 2004., hlm 106
[4] Ahmad Hasan Ridwan, dkk. Dasar-dasar Epistemologi Islam. Bandung. CV Pustaka Setia. 2011., hlm 22
[5] Ahmad Syadali, dkk. Filsafat Umum. Bandung. CV Pustakan Setia. 2004., hlm 133
[6] Fundamental adalah kebenaran umum atau dasar realitas
[7] Ahmad Hasan Ridwan, dkk. Dasar-dasar Epistemologi Islam. Bandung. CV Pustaka Setia. 2011., hlm. 21
[8] Ibid., hlm 22
[9] Mujamil Qomar. Epistemologi Pendidikan Islam dari “Metode Rasional hingga Metode Kritik”. Jakarta.
   Erlangga. 2005., hlm 8
[10] Jan Hendrik Rapar. Penghantar Filsafat. Yogyakarta. Kanisius. 1996., hlm 37
[11] Ibid., hlm 37-38
[12] Ibid., hlm 40
[13] Ahmad Hasan Ridwan, dkk. Dasar-dasar Epistemologi Islam. Bandung. CV Pustaka Setia. 2011., hlm 22
[14] Ahmad Syadali, dkk. Filsafat Umum. Bandung. CV Pustakan Setia. 2004., hlm 106
[15] Ibid., hlm. 107
[16] Ibid., hlm. 108
[17] Ahmad Hasan Ridwan, dkk. Dasar-dasar Epistemologi Islam. Bandung. CV Pustaka Setia. 2011., hlm 22
[18] Ahmad Syadali, dkk. Filsafat Umum. Bandung. CV Pustakan Setia. 2004., hlm 117
[19] Ibid.,
[20] Ibid., hlm 118
[21] Ibid., hlm 133
[22] Ibid.,
[23] Ibid.,hlm. 134
[24] Mujamil Qomar. Epistemologi Pendidikan Islam dari “Metode Rasional hingga Metode Kritik”. Jakarta.
    Erlangga. 2005., hlm 15
[25] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Agama “Sebuah Penghantar Populer”.Jakarta. Pustaka Sinar Harapan 1993.,  
    hlm 123

Tidak ada komentar:

Posting Komentar